Gemeente
Selasa, 15 April 2014
Senin, 14 April 2014
Makalah BPUPKI dan PPKI
PEMBENTUKAN
BPUPKI DAN PPKI
Makalah
Sejarah Sosial Politik Indonesia
Disusun
oleh :
Novie
Istoria Hidayah (13417141014)
ILMU ADMINISTRASI NEGARA – A
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
perjuangan mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui bidang.
Yaitu bidang budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Di antara bidang-bidang
tersebut, bidang politik yang paling menonjol. Karena penjajahan Belanda
menggunakan politik dalam segala bidang. Hal ini terjadi pada awal abad ke-20
dimana pada waktu itu bangsa Indonesia telah mengubah cara perjuangannya, tidak
lagi bersifat lokal, melainkan bersifat nasional.
Dalam
perjuangan yang bersifat nasional itu, peranan organisasi sangat menentukan.
Organisasi pergerakan nasional pertama telah dirintis oleh Budi Utomo, namun
Budi Utomo pada awalnya menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya.
Organisasi Budi Utomo tersebut telah modern, karena telah tersusun secara baik
dan jelas arah tujuannya yang dituangkan ke dalam anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga dan disusul dengan organisasi lain.
Sejak tahun
1941 Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai dengan
pengeboman pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawaii)
pada 7 Desember 1941 oleh Angkatan Perang Jepang. Pada awalnya pasukan Jepang
banyak mendapatkan kemenangan dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Namun,
di tahun 1942 perang Jepang mulai terdesak. Untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara
jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian menjanjikan akan memberikan
kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya.
Ternyata
situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan Juli – Agustus 1944. Hal itu
menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya kemudian diangkat Jenderal
Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet
Koiso). Salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh Koiso di daerah-daerah
pendudukan adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji kemerdekaan di
kemudian hari”. Pada tanggal 7 September 1944Perdana Menteri Jepang Kuniaki
Koiso dalam Sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikei) ke-85 di Tokyo mengumumkan
bahwa, daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian
hari. Janji ini kemudian direalisasi Jepang dengan membentuk badan-badan untuk
mempelajari, mempersiapkan, dan melengkapi Indonesia yang akan menjadi negara
merdeka.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana reaksi rakyat Indonesia
terhadap kebijakan Jepang tersebut?
2.
Bagaimana hasil sidang BPUPKI dan PPKI
yang menjadi persiapan bangsa Indonesia kea rah kemerdekaan?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahu bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang.
2. Untuk
mengetahui hasil sidang BPUPKI dan PPKI.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Proses
Berakhirnya Kekuasaan Jepang di Indonesia
Pada
tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (Parlemen Jepang) ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri
Koiso (pengganti Perdana Menteri Tojo) mengumumkan tentang pendirian pemerintah
Kemaharajaan Jepang, bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan
merdeka kelak di kemudian hari. Apa yang sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya
pernyataan tersebut adalah karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang.
Dalam bulan Juli 1944, kepulauan Saipan yang letaknya strategis, jatuh ketangan
Amerika yang menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Jepang.
Situasi
Jepang semakin buruk didalam bulan Agustus 1944. Terbukti bahwa moral
masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot, yang mengakibatkan kurangnya
persediaan senjata dan amunisi, ditambah dengan timbulnya soal-soal logistik
karena hilangnya sejumlah besar kapal-angkut dan kapal perang.
Faktor-faktor
yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet P.M.Tojo pada
tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatnya Jenderal Kuniaki Koiso sebagai
penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna mempertahankan pengaruh
Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang didudukinya ialah dengan cara
mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan Indonesia di kemudian hari”. Dengan
cara demikian Jepang mengharapkan bahwa Serikat akan disambut oleh penduduk,
tidak sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai penyerbu ke negara merdeka.
B.
BPUPKI
1.
Terbentuknya
BPUPKI
Dalam
tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan perang Jepang
dari Irian Timur, Kepulauan Solomon dan Marshall oleh angkatan perang Serikat,
maka seluruh garis pertahanan di Pasifik terancam dan berarti kekalahan Jepang
telah terbayang. Kemudian Jepang menghadapi serangan Serikat atas kota-kota
Ambon, Makassar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara Serikat telah pula
mendarat di pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang
kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada pada
tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu Badan Oentoek Menyelidiki
Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan disingkat menjadi Badan Penyelidik
Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi
Cosakai). Tindakan itu merupakan langkah kongkrit pertama bagi terpenuhinya
janji Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Maksud
tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang
berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan
lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Susunan pengurusnya terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha.
Badan perundingan terdiri dari seorang Kaico
(Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua
muda), 60 orang Iin (anggota),
termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan
peranakan Belanda.
Terdapat
pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang akan
menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara.
Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dimana yang diangkat
sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno
yang saat itu dikenal sebagai pemimpin nasional utama, tetapi dr.K.R.T.
Radjiman Wediodiningrat. Pengangkatan itu disetujui oleh Ir. Soekarno yang
menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa dalam badan
tersebut akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif didalam
perundingan. Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang
Jepang yakni Syucokan Cirebon dan R.
Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico kedua. R.P. Suroso diangkat
pula sebagai kepala secretariat Dokuritsu
Junbi Cosakai dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei
1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan Usaha Persiapan
Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo
Sangi In. Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas
besar di Singapura) dan Letnal Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas di
Jawa) menghadiri sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara
pengibaran bendera Hinomaru oleh
Mr.A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran Sang Merah Putih
oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para anggota
dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
2.
Sidang
BPUPKI
Sebagai
realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang. Secara
garis besar sidang-sidang BPUPKI tersebut dibagi menjadi dua kali sidang.
Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Kemudian Sidang
BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang BPUPKI
itu untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
a.
Sidang
I
Sidang berlangsung pada
tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh. Yamin dan Ir. Soekarno
terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan pidato penting, yang
dianggap telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang kemudian dikenal
sebagai Pancasila. Yang dianggap
pertama kali merumuskan materi Pancasila,
ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei 1945 di dalam pidatonya
mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia sebagai
berikut:
1.
Peri Kebangsaan.
2.
Peri Kemanusiaan.
3.
Peri Ketuhanan.
4.
Peri Kerakyatan.
5.
Kesejahteraan Rakyat).
Mr.
Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga menyampaikan dasar-dasar negara
yang diajukan sebagai berikut:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan
lahir dan batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan
rakyat.
Tiga hari kemudian,
yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan pidatonya yang
kemudian dikenal dengan nama Lahirnya
Pancasila, dimana materi dan nama Pancasila sekaligus dicetuskan
didalam. Materi Pancasila yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1.
Kebangsaan Indonesia.
2.
Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
3.
Mufakat atau demokrasi.
4.
Kesejahteraan sosial.
5.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar itu atas “petunjuk seorang
teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno dinamakan Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan dari sidang,
BPUPKI membentuk panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini
dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno.
Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo,
Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan
Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan
rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut:
1. Ketuhan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan
Indonesia.
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b.
Sidang
II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang
ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia perancang UUD
diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia
Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala
pasal-pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum
membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk negara. Setelah
diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang
berbentuk republik.
Bahasan
berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945,
Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan
UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan
dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku
ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
1.
Pernyataan Indonesia merdeka.
2.
Pembukaan UUD (diambil dari Piagam
Jakarta).
3.
Batang tubuh UUD.
Sebelum
Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan bersidang di Bndung pada
tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda seluruh Jawa, yang
penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun Angkatan
Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk atas inisiatif Jepang pada pertengahan
tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang anti-Jepang. Oleh
para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang dihadiri oleh
lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa
seluruh Jawa, antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto dan
Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku Jakarta, dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya
bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan
bukan sebagai hadiah Jepang. Pertemuan berada dalam suasana militant dan
nasionalistis, dimana hanya dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa lagu
kebangsaan Jepang Kimigayo dan dilakukan pengibaran bendera Merah Putih,
tanpa didampingi oleh bendera Jepang.
Setelah
3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai dua resolusi sebagai berikut:
pertama semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda dipersatukan dan
dibulatkan dibawah satu pimpinan saja dan kedua, dipercepatnya pelaksanaan
kemerdekaan Indonesia.
Tetapi,
sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi, ternyata kongres pun menyatakan
dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang seperti usaha mencapai
kemenangan terakhir. Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda
yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono
Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk tidak mengambil bagian
dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk menyiapkan suatu
gerakan pemuda yang lebih radikal.
Sebagai
imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di
Jakarta diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus
yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan para anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif
Thayeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, F. Gultom, Supeno dan
Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, yang
kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31.
Tujuan
daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar Asia Raya pertengahan bulan
Juni 1945, yang menunjukkan sifat daripada gerakan tersebut yang lebih radikal
sebagai berikut: pertama mencapai persatuan kompak diantara seluruh golongan
masyarakat Indonesia, kedua menamkan semangat revolusioner massa atas dasar
kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat; ketiga, membentuk negara
kesatuan Republik Indonesia, dan keempat mempersatukan Indonesia bahu membahu
dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk “mencapai
kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri”
Golongan
pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe Indonesia didalam perkembangan
selanjutnya dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya yang mempengaruhi usaha
pembentukan negara Indonesia. Para pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M.
Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik,
S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna telah diikutsertakan didalam suatu
gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan tersebut diperkenankan
pembentukannya oleh Saiko Syikikan
yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano didalam suatu pertemuan pada tanggal 2
Juli 1945. Gerakan Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo Sangi In ke 8 yang mengusulkan
pendirian suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah
air dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari
80 orang. Disamping anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa
Jepang, juga terdapat golongan Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan
Eropa.
Sedangkan
pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan oleh pemerintah
Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco Mayor Jenderal Nisyimura menegaskan bahwa setiap
organisasi pemuda yang tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseibu (Pemerintah Militer Jepang) dan
merekapun harus pula bekerja di bawah kekuasaan petugas-petugas pemerintah yang
berhubungan erat dengan ahli-ahli Jepang. Dengan demikian berarti kebebasan
bergerak para pemuda dibatasi, hingga timbullah rasa tidak puas. Akhirnya
tatkala Geraka Rakyat Baroe diresmikan pembentukannya pada tanggal 28 Juli
1945, dimana dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak
seorangpun tokoh golongan pemuda yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni,
Harsono Tjokroaminoto dan Asmara Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah
disediakan untuk mereka. Maka nampaklah bahwa perselisihan paham antara
golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan berdirinya negara
Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang
menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut. Setelah tugas
BPUPKI dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal
7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi
Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
C.
PPKI
1.
Terbentuknya
PPKI
Jepang
semakin mengalami kemuduran dalam Perang Asia Timur Raya. Komando Tentara
Jepang wilayah Selatan mengadakan rapat. Dalam rapat itu disepakati bahwa
Indonesia akan diberi kemerdekaan pada tanggal 7 September 1945.
Keadaan
Jepang semakin kritis. Pada 6 Agustus 1945, kota Hiroshima dibom atom oleh
Amerika Serikat. Menghadapi situasi ini, Jenderal Terauci menyetujui
pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Persetujuan ini terjadi pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas PPKI adalah
melanjutkan tugas BPUPKI dan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Duapuluh-satu
anggota telah dipilih, tidak hanya terbatas pada wakil-wakil di Jawa, tetapi
juga dari berbagai pulau dan suku seperti berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil
dari Sumatra, 2 wakil dari Sulawesi, seorang wakil dari Maluku, seorang wakil
dari Sunda Kecil dan seorang wakil golongan penduduk Cina.
Yang
ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI ialah Ir. Sukarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta
ditunjuk sebagai wakil ketua. Sebagai penasehatnya ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo.
Kemudian PPKI ditambah dengan enam anggota lagi tanpa seizing pihak Jepang;
anggota-anggota itu adalah Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman
Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo.
Para anggota didalam
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu digerakkan oleh pemerintah
sedangkan mereka diizinkan melakukan segala sesuatunya menurut pendapat dan
kesanggupan bangsa Indonesia sendiri; tetapi di dalam melakukan kewajibannya
itu mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Syarat pertama untuk mencapai
kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi oleh
bangsa Indonesia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan
bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh
kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
2.
Kemerdekaan negara Indonesia itu merupakan
anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa
Indonesia itu harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang yang
bersemangat Hakko-Iciu.
Pada
tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju ke markas besar Terauci di
Vietnam Selatan. Dalam suatu pertemuan di Dalath (Vietnam Selatan) pada tanggal
12 Agustus 1945 Marsekal Terauci menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut
bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan
kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan segera setelah
persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah
Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk seluruh
Indonesia, melainkan bagian demi bagian sesuai kondisi setempat.
Selama
masa tugasnya, PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali pada tanggal 18
Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Berikut ini hasil-hasil
sidang PPKI.
1.
Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945
a. Mengesahkan
UUD sebagai UUD negara RI.
b. Memilih
Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
c. Untuk
sementara waktu presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia.
2.
Sidang PPKI II tanggal 19 Agustus 1945
a. Menetapkan
wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi dan menunjuk gubernurnya.
b. Menetapkan
12 departemen beserta menteri-menterinya.
c. Mengusulkan
dibentuknya tentara kebangsaan.
d. Pembentukan
komite nasional di setiap provinsinya.
3.
Sidang PPKI III tanggal 22 Agustus 1945
a. Dibentuknya
Komite Nasional.
b. Dibentuknya
Partai Nasional Indonesia.
c. Dibentuknya
tentara kebangsaan.
2.
PPKI
dan Perkembangan Situasi Indonesia
Tanggal
14 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat
pulang kembali ke Jakarta. Ternyata Jepang saat itu menghadapi pemboman Serikat
atas Hirosyima dan Nagasaki, sedangkan Uni Sovyet menyatakan prang terhadap
Jepang dengan cara melakukan penyerbuannya ke Mancuria. Dengan demikian dapat
diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan.
Dalam
hal ini Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa soal Kemerdekaan
Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa
Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang sudah kalah. Kini kita
menghadapi Sekutu yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia.
Karena itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu
revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan didalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang,
yang menetapkan waktu berkumpulnya para anggota PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 dan waktu diadakannya sidang PPKI yang pertama pada keesokan harinya.
Sikap
demikianlah yang tidak disetujui oleh golongan muda, yang menganggap badan PPKI
adalah badan Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi Kemerdekaan secara
apa yang telah dijanjikan oleh Marsekal Terauci dalam pertemuan di Dalath.
Sebaliknya golongan muda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari pemerintah Jepang.
Sutan
Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak diproklamasikannya Kemerdekaan
Indonesia oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta tanpa menunggu janji Jepang yang
dikatakannya sebagai tipu muslihat belaka. Karena ia mendengarkan radio yang
tidak disegel oleh pemerintah militer Jepang, ia mengetahui, bahwa Jepang sudah
memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut dilakukannya dalam suatu pertemuan
dengan Drs. Moh. Hatta pada tanggal 15 Agustus 1945, tak lama sesudah kembali
dari Dalath. Tetapi Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta masih mencari kebenaran
berita tentang penyerahan Jepang secara resmi dan tetap ingin membicarakan
pelaksanaan Proklamasi pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Tindakan
selanjutnya diambil oleh golongan muda yang terlebih dahulu mengadakan suatu
perundingan di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur,
Jakarta, pada tanggal 15 Agustus 1945, jam 20.00. Diantara hadirin Nampak Chairul
Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, disamping Wikana dan
Armansjah dari golongan Kaigun.
Keputusan rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh menunjukkan tuntutan-tuntutan
radikal golongan pemuda yang antaranya menegaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia
adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantung-gantungkan
pada orang dan kerajaan lain. Maka diputuskan segala ikatan dan hubungan dengan
janji kemerdekaan dari Jepang dan sebaliknya mengharapkan diadakannya
perundingan dengan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta agar mereka turut menyatakan
proklamasi.
Keputusan
rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada saat yang sama yakni jam
22.00 di rumah kediaman Ir. Sukarno, Pegangsaan Timur (sekarang jalan
Proklamasi) 56, Jakarta. Tuntutan Wikana agar Proklamasi dinyatakan oleh Ir.
Sukarno pada keesokan harinya telah menegangkan suasana karena ia menyatakan
bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan.
Mendengar ancaman itu Ir. Sukarno menjadi marah dan melontarkan kata-kata yang
bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang
juga. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena
itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.
Suasana
hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis angkatan tua lainnya seperti
Drs. Moh. Hatta, Dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Iwa
Kusumasumantri. Nampak adanya perbedaan pendapat, dimana golongan pemuda tetap
mendesak agar besok pada tanggal 16 Agustus 1945 dinyatakann Proklamasi,
sedangkan golongan pemimpin angkatan tua masih menekankan perlunya diadakan
rapat PPKI terlebih dahulu.
Perbedaan
pendapat itu telah membawa golongan pemuda kepada tindakan berikutnya, yakni
mengamankan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tindakannya
berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada jam 24.00 menjelang tanggal 16
Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta (sekarang Toko Kue Maison Benny). Rapat
selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang pernah berapat di ruangan Lembaga
Bakteorologi Pegangsaan Timur, juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, Dr.
Muwardi dari Barisan Pelopor, Syodanco Singgih
dari Daidan PETA Jakarta Syu. Keputusan itu adalah sebagai
berikut:
“Kemerdekaan harus
dinyatakan sendiri oleh rakyat, jangan menunggu kemerdekaan sebagai hadiah dari
Jepang. Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta akan diamankan ke luar kota, dimana
Peta telah siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang timbul setelah
proklamasi dinyatakan. Sebab jika mereka berada di Jakarta, mereka akan
dipengaruhi dan ditekan oleh kekuatan Jepang untuk menghalang-halangi
berlangsungnya proklamasi Kemerdekaan. Demikianlah pada tanggal 16 Agustus 1945
jam 06.00 (waktu Tokyo) atau jam 04.30 waktu Jawa jaman Jepang atau jam 04.00
WIB terjadi peristiwa pengamanan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota
menuju Rengasdengklok di sebelah utara Karawang. Maksud daripada pengamanan
yang dilaksanakan oleh Sukarni dan Jusuf Kunto dari golongan pemuda itu adalah
untuk menjauhkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh Jepang.
Juga oleh Sukarni
dijelaskan agar di Rengasdengklok ini dua tokoh menyatakan Proklamasi
Kemerdekaan atas nama seluruh rakyat. Karena keadaan sudah mendesak dan
suasanapun sudah memuncak. Jika tidak dilaksanakan, maka pemberontakan melawan
setiap penghalang kemerdekaan akan terjadi. Oleh karena itu atas nama segenap
rakyat, mereka menuntut supaya kedua tokoh turut melaksanakan Proklamasi. Jika
tidak, maka segala akibatnya terutama yang mengenai keselamatan mereka tidak
akan dapat ditanggung lagi oleh mereka.
Sementara itu di
Jakarta Chairul cs. telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan di Jakarta.
Tetapi rencana untuk merebut kota Jakarta tidak berhasil disusun karena
tiadanya dukungan positif dari Peta seluruhnya. Sedangkan sikap kedua tokoh Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Rengasdengklok tidak berubah. Karena itu Jusuf
Kunto diutus ke Jakarta untuk melaporkan dan merundingkan dengan
kelompok-kelompok yang ada disana. Tetapi yang ditemui hanyalah golongan Kaigun, terutama Mr. Ahmad Subardjo.
Antara Mr. Ahmad
Subardjo dengan Wikana kemudian terdapat kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan
harus dilakukan di Jakarta, dimana Laksamana Maeda bersedia akan menjamin
keselamatan selama mereka berada di rumahnya. Karena itu Jusuf Kunto pada hari
itu juga membawa Mr. Ahmad Subardjo bersama Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok
untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan tiba jam 17.30 WIB. Di
Rengasdengklok antara golongan tua dan golongan muda tidak terjadi perundingan,
hanya telah diberi jaminan oleh Ahmas Subardjo dengan taruhan nyawa bahwa
Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan
harinya selambat-lambatnya jam 12.00.
Dengan jaminan tersebut
Komandan Kompi Peta setempat Cudanco
Subeno melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Sesampainya di Jakarta pada jam 23.00 WIB rombongan menuju rumah Laksamana
Maeda di Jl. Bodjol No. 1 (sekarang tempat kediaman resmi Duta Besar Inggris)
setelah Soekarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Di
tempat inilah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya
Soekarno dan Hatta telah menemui Somubuco,
Mayor Jenderal Nisyimura untuk menjagai sikapnya mengenai Proklamasi
Kemerdekaan. Dengan segan-segan Nisyimura mengikatkan diri untuk tidak
menghalang-halangi proklamasi, asala tidak ada tindakan yang anti Jepang.
Para pemuka Indonesia
yang hadir dalam peristiwa perumusan teks proklamasi berkumpul dalam dua
ruangan, yakni ruangan makan dan serambi depan. Mereka yang merumuskan
melakukannya di dalam ruangan makan, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
Mr. Ahmad Subardjo. Pada saat itu Ir. Soekarno memegang pena dan menulis teks
Proklamasi yang terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama yang berbunyi: “Kami
bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”, adalah kalimat
yang dikutip oleh Mr. Ahmad Subardjo dari Piagam Jakarta yang antara lain
berbunyi sebagai berikut: “Atas berkat Rahmat Allah maka rakyat Indonesia
dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kemudian Drs. Moh.
Hatta menyempurnakan teks Proklamasi dengan kalimat kedua yang berbunyi sebagai
berikut: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain
diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Demikianlah perumusan
teks Proklamasi dilakukan bersama-sama oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan
Mr. Ahmad Subardjo di dalam ruangan makan dari rumah Laksamana Maeda. Turut
serta menyaksikan perumusan tersebut ialah Sayuti Melik, Sukarni, B.M. Diah dan
Sudiro (Mbah).
Setelah selesai, teks
Proklamasi dibacakan di hadapan pemuka-pemuka yang sebagian besar adalah
anggota-anggota PPKI dan mereka itu semuanya menunggu di dalam serambi muka
yang biasanya dipergunakan untuk menerima tamu oleh Laksamana Maeda. Disisnilah
teks Proklamasi dimusyawarahkan. Pada waktu itu timbullah persoalan tentang
siapa yang akan menandatangani. Yang member komentar adalah Chairul Saleh yang
tidak setuju bila teks itu ditandatangani oleh anggota-anggota PPKI, karena
menurut anggapannya badan itu bentukan Pemerintah Jepang yang
anggota-anggotanya diangkat oleh Jepang pada waktu itu.
Kemudian muncullah Sukarni
dan sebagai jalan keluar ia mengusulkan agar teks Proklamasi sebaiknya
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Ternyata usulnya itu disetujui oleh semua yang hadir. Maka teks
Proklamasi selanjutnya diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Olehnya
terhadap beberapa kata dari versi terakhir itu diadakan perubahan-perubahan,
yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil bangsa Indonesia” dirubah menjadi
“Atas nama Bangsa Indonesia”, barulah versi terakhir yang telah diketik itu
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang saat ini dikenal
sebagai naskah otentik.
Pada tanggal 17 Agustus
1945 jam 12.00 (waktu Tokyo) atau jam 10.30 waktu Jawa zaman Jepang, atau jam
10.00 WIB teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi oleh
Drs. Moh. Hatta ditempat kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan
Proklamasi) No. 56, Jakarta. Dengan Proklamasi itu tercapailah Indonesia
merdeka yang susunan negaranya diatur dengan undang-undang dasar yang kemudian
dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menjelang tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik
mulai terjepit. Satu per satu daerah jajahan Jepang dapat direbut oleh Sekutu. Untuk
mempertahankan kedudukannya dan agar rakyat Indonesia membantu Jepang, maka
Jenderal Kuniaki Koiso member janji kemerdekaan. Dan sebagai
realisasinya dibentuklah BPUPKI.
BPUPKI
dan PPKI berperan sangat penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Kedua
lembaga tersebut berhasil menyusun konsep-konsep negara Indonesia, seperti
rumusan dasar negara, pemilihan kepala negara, wilayah RI, dan lain-lain.
B.
Saran
Kemerdekaan
yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan merupakan dari pemberian Jepang
melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia sendiri. Bersedia bekerja sama
dengan Jepang hanya merupakan salah satu taktik untuk mencapai kemerdekaan. Kita
harus dapat mencontoh para pendiri bangsa yang dapat mengesampingkan
perbedaan-perbedaan yang ada demi keutuhan bangsa dan negara RI.
DAFTAR PUSTAKA
Badrika, I
Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Jilid 2
Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga.
Brugmans, I.J., et
al., Nederlandsch Indie Japanse Bezetting: Gegevens en Documenten over de Jaren
1942-1945, Franeker, 1960.
Kartodirdjo,
Sartono dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Notosusanto,
Nugroho. 1972. Naskah Proklamasi jang
Otentik dan Rumusan Pantjasila jang Otentik. Jakarta: Pusat Sedjarah ABRI.
Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional Mencapai dan
Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Asdi Mahasatya.
Langganan:
Postingan (Atom)